Rabu, 20 Mei 2009

MUNASABAH AYAT AL-QUR’ÂN.


MUNASABAH AYAT AL-QUR’ÂN
Dasep Hanan Mubarok*
________________________________________________________
Abstrak
The Koran is resource of all the Islamic law resources and is the rule of all the Moslems behavior. It is the way of Moslem life, so it should be comprehended and applied in daily life. The methods to comprehend the Koran can be done by many ways such as through ‘ilm asbab al-nuzul’ (study of the Koran coming down background), ‘ilm munasabah’ (study of the Koran verses relationship and relevance) and so on. ‘Ilm munasabah al-Qur’an’ is a study of the relationship and relevance of Koran verses, meanly between verses with verses and many others, or even it is the relationship between verses with hadith specifically or commonly. There are three reasons why ‘ilm munasabat’ existed, namely: firstly, the being of different opinion about ‘Uthmani Koran modification among the orthodox ‘Ulama and modern ones about verses order or sequence in the Koran; secondly, it is made method of interpreting the Koran verses; and thirdly, the Koran characteristics, its role and its meaning run continuously in dynamic suitable with the ages development. The ‘ilm munasabat al-qur’an, has many advantages: to find implicit meanings of the Koran; to make easy in understanding the Koran; to strengthen the trust on the Koran rightness as God revelation; and to push accusation away that the Koran structure is in disorder.


Keywords: the Koran, study of the Koran relationship and relevance, interpreter, part of verse, verse.

A. Pendahuluan
Al-Qur’ân merupakan sumber acuan nilai, sikap serta perilaku umat Islam. Sebagai acuan tentunya al-Qur’ân harus dipahami terlebih dahulu, baru kemudian diamalkan. Upaya pemahaman al-Qur’ân tersebut dapat dilakukan berbagai cara, melalui ilmu asbab nuzul, munasabah, serta lainnya. 
Jika asbab nuzul mengaitkan satu atau sejumlah ayat dengan konteks sejarahnya, maka fokus perhatian ilmu munasabah antar ayat dan surat bukan pada kronologi historis dari bagian-bagian teks, tetapi aspek pertautan antar ayat dan surut menurut urutan teks. Bagi para mufassir, ilmu munasabah lebih penting daripada ilmu asbab nuzul. Subhi as-Salih mengatakan, wajar jika penjelasan tentang munasabah didahulukan dari asbab nuzul, mengingat begitu banyak manfaat yang timbul dari ilmu munasabah. Apalagi kaidah tafsir mengatakan, 'ukuran dalam memahami ayat adalah redaksinya yang bersifat umum, bukan penyebab turunnya ayat yang bersifat khusus. 
Munasabah adalah ilmu yang baru dibandingkan dengan ilmu-ilmu al-Qur’ân lainnya. Tidak banya mufassir yang menggunakan ilmu ini di dalam kitab tafsir mereka, karena ilmu ini dipandang sulit dan rumit. Selain itu, ilmu ini juga kurang diminati untuk dikembangkan. 

B. Pengertian Munasabah
Munasahab adalah salah satu bagian pembahasan 'ulum al-Quran. Munasabah berasal dari kata نا سب – ينا سب – مناسبة yang berarti dekat, serupa, mirip dan rapat. Sementara menurut As-Suyuthi berarti al-musyakalah (keserupaan) dan al-muqarabah (kedekatan). 
Sedangkan menurut istilah, munasabah adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam al-Quran baik surat maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan uraian satu dengan yang lainnya. 
Sementara Az-Zarkasyi memberikah definisi, bahwa munasabah adalah perkara yang menyangkut tafsiran akal. Munasabah ayat terdiri dari hubungan antara permulaan dan penutup ayat. Menurut Manna' al-Qaththan, munasabah ialah sisi keterkaitan antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat, atau antar surat di dalam al-Quran. Menurut Ibn 'Arabi, munasabah ialah keterkaitan ayat-ayat al-Quran sehingga seolah-oleh merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Menurut al-Biqa'i, munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian al-Quran, baik ayat dengan ayat maupun surat dengan surat. 
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa munasabah ialah pengetahuan yang mempelajari berbagai hubungan (relevansi) antara ayat atau surat dalam al-Quran. Jadi, dalam konteks 'Ulum Al-Quran, munasabah berarti menjelaskan korelasi makna antarayat atau antarsurat, baik korelasi itu bersifat umum atau khusus; rasional ('aqli), persepsi (hassiy), atau imajinatif (khayali); atau korelasi berupa sebab-akibat, 'illat dan ma'lul, perbandingan, dan perlawanan.  
Para ulama tafsir mengelompokkan munasabah ke dalam dua kelompok besar, yaitu hubungan dalam bentuk keterkaitan redaksi dan hubungan dalam bentuk keterkaitan makna (kandungan) ayat atau surat. 
Nama lain dari ilmu ini adalah ilmu tanasubil ayati was suwari, yang artinya juga sama, ilmu yang menjelaskan persesuaian antara ayat atau surah yang satu dengna ayat atau surat yang lain. Istilah lain mengenai munasabah ialah, ta'alluq (pertalian) yang digunakan ar-Razi, yakni ketika menafsirkan ayat 16 – 17 surat Hud. Kemudian Sayyid Qutub menggunakan istilah irtibath (pertalian) sebagai pengganti munasabah, ketika menafsirkan surat al-Baqarah ayat 188. Al-Alusi menggunakan istilah tartib ketika menafsirakan surat Maryam dan Thaha. Bahkan Sayyid Ridla menggunakan dua istilah yakni al-ittishal dan at ta'lil. 
Dalam ilmu ushul fiqih, munasabah dilihat pada hubungan suatu kasus dan makna yang terkandung oleh nash (Quran dan hadits), sehingga hukumnya dapat ditentukan. Kata munasabah dalam hubungan ini tetap diartikan sebagai keterkaitan antara sesuatu dan yang lainnya. 

C. Alasan dan Sejarah Lahirnya Ilmu Munasabah
Setidaknya ada tiga alasan lahirnya ilmu munasabah. Pertama, munasabah terlahir didasari dari kenyataan bahwa sistematika al-Quran sebagaimana terdapat dalam mushaf Utsmani sekarang tidak berdasarkan fakta kronologis turunnya. Itulah sebabnya terjadi perbedaan pendapat dilakangan ulama salaf tentang urutan surat (tertib surat) di dalam al-Quran. Pendapat pertama menyatakan bahwa tertib surat merupakan tauqifi; pendapat kedua, ijtihadi; dan ketiga, tauqifi kecuali surat tertentu yang ijtihadi.  
Kedua, selain dari sebab dari perbedaan pendapat tersebut di atas, metode munasabah ayat secara praktis memang diperlukan bagi upaya penafsiran ayat-ayat al-Quran secara tepat. Hal ini dimungkinkan mengingat ; 1) al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur dalam waktu yang relatif lama dengan kondisi dan latar belakang yang berbeda; 2) uslub (gaya bahasa) al-Quran yang sangat tinggi dan indah, sehingga tidak terlalu mudah bagi para mufassir untuk mengetahui makna yang sebanarnya dari satu ayat; dan 3) bentuk lafazh atau teks al-Quran memiliki banyak karakteristik yang tidak mudah untuk dapat secara langsung dipahami, seperti lafazh-lafazh 'am, khash, mutlaq, muqayyad, mujmal, musykil, khafi, muhkam, mutasyabih dan yang lainnya. 
Ketiga, selain dari kedua masalah tersebut di atas, perlu diingat pula bahwa sifat-sifat al-Quran, rutbahnya, dan maksud-maksudnya, dimana nilai petunjuk al-Quran dapat berjalan terus untuk sepanjang masa. Untuk kepentingan hal ini, rasanya tidak mungkin tafsir-tafsir klasik mampu menjawab kebutuhan zaman dewasa ini, yang dinamikanya sangat tinggi. Oleh karenanya, munasabah ayat merupakan metode yang logis dan wajar di zamannya. 
Tercatat dalam sejarah bahwa Imam Abu Bakar al-Naisaburi (wafat 324 H) sebagai oang pertama melahirkan ilmu munasabah di Bagdad. Syekh 'Izzudin ibn 'Abd al-Salam (w. 660 H) menilai munasabah sebagai ilmu yang baik. Menurut al-Suyuti (w. 911 H), orang pertama yang melahirkan ilmu munasabah adalah Syekh Abu Bakar al-Nasaiburi. Apabila al-Quran dibacakan kepadanya, ia bertanya mengapa ayat ini ditempatkan di samping ayat sebelahnya dan apa hikmah surat ini ditempatkan di samping surat sebelahnya. 
Abu Ja'far ibn al-Zubair Syekh Abi Hayyan secara khusus menyusun sebuah kitab mengenai munasabah ayat-ayat dan surat-surat al-Quran dengan judul, al-Burhan fi Munasabah Tartib Suwar al-Quran. Kemudian, syekh Burhan al-Din al-Biqa'I menyusun kitan dalam bidang yang sama dengan judul Nuzum al-Durar fi Tanasub al-Ayi wa al-Suwar.  

D. Macam-macam Munasabah Ayat
Munasabah atau persesuaian atau persambungan atau kaitan bagian al-Quran yang satu bagian dengan yang lain itu bermacam-macam, hal ini setidaknya bisa dilihat dari dua segi . Pertama, dari segi sifat munasabah, dan kedua dari segi materi munasabah.
1. Macam-macam Munasabah Ayat dari segi sifat munasabah
Jika dilihat dari segi sifat munasabah atau keadaan persesuaian dan persambungannya, maka munasabah itu terbagi ke dalam dua macam, yakni. 
a. munasabah yang nyata (dzaahirul irtibath) atau persesuian yang tampak jelas, yakni yang persambungan atau persesuaian antara bagian (ayat atau surat) dengan bagian lainnya terlihat jelas dan kuat. Persesuaiannya dapat berupa penguat, penafsir, penyambung, penjelas, pengecualian, atau pembatasan dari ayat yang lain, sehingga tampak seperti satu kesatuan yang sama. Contohnya, seperti persambungan antara ayat 1 surat al-Isra yang menerangkan bahwa isra Nabi SAW, berikut ini :
                       
Artinya : 
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang Telah kami berkahi sekelilingnyaagar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
Dengan ayat 2 surat al-Isra yang menjelaskan diturunkannya kitab Taurat kepada Nabi Musa, berikut ini :
             
Artinya :
Dan kami berikan kepada Musa Kitab (Taurat) dan kami jadikan Kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): "Janganlah kamu mengambil penolong selain aku,
Persesuaian antara keduanya sangat jelas, yakni mengenai diutusnya nabi dan rasul. 
b. munasabah yang tidak jelas (kafiyyul irtibadh) atau samarnya persesuaian antara bagian al-Quran dengan yang lain, sehingga tidak tampak adanya pertalian untuk keduanya, bahkan seolah-oleh masing-masing ayat atau surat berdiri sendiri, baik karena ayat yang itu diathafkan kepda yang lain, atau karena yang satu bertentangan dengan yang lain. Contohnya, seperti hubungan antara ayat 189 surat al-Baqarah dengan ayat 190 surat al-Baqarah. Ayat 189 surat al-Baqarah berbunyi :
       ••             •       •     
Artinya : 
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
Ayat tersebut menerangkan bulan sabit (tanggal-tanggal) untuk tanda waktu dan untuk jadwal ibadah haji.
Ayat 190 surat al-Baqarah berbunyi :
               
Artinya :
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Ayat tersebut menerangkan perintah menyerang kepada orang-orang yang menyerang umat Islam.
Sepintas, antara ayat tersebut tidak ada hubungannya atau hubungan yang satu dengan yang lainnya samar. Padahal sebenarnya ada hubungan antara kedua ayat tersebut, ayat 189-nya mengenai soal waktu waji, sedang ayat 190-nya sebenarnya menerangkan, waktu haji dilarang berperang, tetapi jika ia diserang lebih dahulu, maka serangan-serangan musuh itu harus dibalas, walaupun musim haji.

2. Macam-macam Munasabah Ayat dari segi Materi munasabah
Jika dilihat dari segi materi munasabah, maka munasabah itu terbagi ke dalam dua kelompok, yang masing-masing dibagi lagi, yakni.
Munasabah ayat dengan ayat meliputi : 1) Munasabah Kalimat (kata) dengan Kalimat (kata) dalam Ayat, 2) Munasabah Ayat dengan Ayat dalam Satu Surat, dan 3) Munasabah Penutup dan Kandungan Ayat
Munasabah surat dengan surat meliputi : 1) Munasabah Awal Uraian dengan Akhir Uraian Surat, 2) Munasabah Nama Surat dengan Tujuan Turunnya, 3) Munasabah Surat dengan Surat Sebelumnya, dan 4) Munasabah Penutup Surat Terdahulu dengan Awal Surat Berikutnya. Berikut contohnya.
1. Munasabah Kalimat (kata) dengan Kalimat (kata) dalam Ayat
Contoh lafazh alhamdu lillahi (segala puji bagi Allah) dalam surat al-fatihah, dijelaskan oleh lafazh selanjutnya tentang siapa Allah itu, yakni 'rabbi al-'alamina' (Tuhan semesta alam. 
     
 Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

2. Munasabah Ayat dengan Ayat dalam Satu Surat
Contoh lafazh  (orang-orang yang bertakwa) pada surat al-Baqarah ayat 2, yang pada selanjutnya diuraikan ciri-cirinya, yaitu :
         
Artinya : 
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat], dan menafkahkan sebahagian rezki, yang kami anugerahkan kepada mereka.

3. Munasabah Penutup Ayat dan Kandungan Ayat
Contoh dalam surat al-an'am (6) ayat 31.
…..           
Artinya :
Dan mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amat buruklah apa yang mereka pikul itu.
Ayat yang ditutup dengan kata  untuk membuatnya sejenis dengan kata  dalam ayat tersebut.
4. Munasabah Awal Uraian Surat dengan Akhir Uraian Surat
Munasabah ini dapat dilihat misalnya, pada surat al-Qashash. Permulaan surat menjelaskan perjuangan Nabi Musa, di akhir surat memberikan kabar gembira kepda nabi SAW, yang menghadapi tekanan dari kaumnya, dan akan mengembalikannya ke Makkah. Di awal surat larangan menolong orang yang berbuat dosa dan di akhir surat larangan menolong orang kafir. Munasabahnya terletak pada kesamaan situasi yang dihadapi dan sama-sama mendapat jaminan dari Allah. 
Contoh lain, yakni dalam surat al-Mukminun, ayat pertama surat itu berbunyi    (sesungguhnya beruntung orang-orang yang beriman). Ayat terakhir surat itu berbunyi     (sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak beruntung). 

5. Munasabah Nama Surat dengan Tujuan Turunnya
Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol, dan itu tercermin pada namanya masing-masing, misalnya surat al-Baqarah, surat Yusuf, surat an Naml, surat Jin. 
Umpamanya dapat dilihat pada surat al-baqarah ayat 67 – 71. Cerita tentang lembu betina dalam surat tersebut mengandung inti pembicaraan tentang kekuasaan Allah membangkitkan orang mati. Intinya, tujuan surat ini adalah menyangkut kekuasaan Tuhan dan keimanan pada hari kemudian. 

6. Munasabah Surat dengan Surat Sebelumnya
Hubungan ini berfungsi untuk menerangkan atau menyempurnakan ungkapa pada surat sebelumnya. Contoh ungkapan alhamdulillah dalam surat al-fatihah berkorelasi dengan surat al-baqarah ayat, 152 dan 186.
     
Artinya : 
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

       
Artinya : 
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.

                    
Artinya : 
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

7. Munasabah Penutup Surat Terdahulu dengan Awal Surat Berikutnya
Contohnya , akhir surat al-waqiah (56) yang berbunyi :
     
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.
Dengan awal surat berikutnya, yakni surat al-hadid (57), yang berbunyi :
           
Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Munasabahnya adalah antara perintah bertasbih pada akhir surat al-waqiah dan keteranyan bertasbihnya semua yang ada di langit dan di bumi pada awal surat al-hadid.

8. Munasabah Nama Surat dengan Nama Surat 
Jika ditanya, apakah mungkin ada munasabah antara nama surat dengan nama surat setelah atau sebelumnya ? Menurut hemat penulis, mengingat munasabah permasalahan ijtihadi, maka hal tersebut sangat dimungkinkan, tergantung cara pandang mufassir dalam menghubungkannya.

E. Cara Melakukan Penelitian Munasabah Ayat
Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabat) dalam Al-Quran diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. 
Cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penelitian terhadap penelitian susunan surat, mengingat mushaf utsmani tidak disusun melalui sistem kronologi turut (tartib al-nuzul). Para ulama mencari hubungan antar ayat terakhir surat terdahulu dengan ayat pertama surat berikutnya, seolah-olah hubungan kedua surat itu terjadi secara langsung melalui ayat.  
Cara lain yang ditempuh adalah dengan meneliti kesamaan atau kesesuaian antara ayat dengan ayat atau surat dengan surat, sebab biasanya setiap surat mempunyai topic yang menonjol yang bersifat umum, kemudian di atas topic-topic tadi tersusun bagian-bagian surat yang berhubungan satu sama lainnya. 
As-Suyuthi menjelaskan beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu: 1) memperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian ; 2) memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat; 3) menentukan tingkatan uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya atau tidak; dan 4) dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasannya dengan benar dan tidak berlebihan.  
Sementara dalam menurut Abdul Qadir Ahmad Ata, langkah-langkah yang ditempuh untuk menemukan munasabah antara lain sebagai berikut : 1) melihat tema sentral dari surat tertentu; 2) melihat premis-premis yang diperlukan untuk mendukung tema sentral; 3) mengadakan kategorisasi terhadap premis-premis berdasarkan jauh dekatnya kepada tujuan; dan 4) melihat kalimat-kalimat yang saling mendukung antara yang satu dengan lainnya. 
Di samping langkah-langkah tersebut, sebagai petunjuk umum, untuk mengetahui munasabah ayat harus didukung pula dengan berbagai pengetahuan lain mengenai al-Quran, teruatama misalnya pengetahuan mengenai zauq adabi (rasa bahasa) dan asbab nuzul.  

F. Kedudukan Munasabah dalam Penafsiran al-Quran
Pengetahuan munasabah sangat terkait dengan kegiatan penafsiran al-Quran, hal ini hampir mirip dengan fungsinya dengan asbab nuzul al-Quran, jika asbab nuzul terkait dengan pengetahuan yang diperoleh melalui riwayah (hadits atau atsar), maka munasabah terkait dengan pengetahuan yang diperoleh melalui ijtihad. Selain itu, munasabah hubungan-hubungan teks dalam bentuknya yang akhir dan final, sementara asbab nuzul mengkaji bagian-bagian teks dengan kondisi eksternal atau konteks eksternal pembentuk teks. Dengan kata lain perbedaan itu adalah perbedaan antara kajian tentang keindahan teks dan tentang kerancuan teks terhadap realitas eksternal. Dari sini kita dapat memahami mengapa ulama-ulama kuno berpendapat bahwa ilmu asbab nuzul adalah ilmu histories, sementara munasabah adalah ilmu stilistika dengan pengertian bahwa ilmu ini memberikan perhatiannya pada bentuk-bentuk keterkaitan antara ayat-ayat dan surat-surat.  
Keterkaitan antara kedunya adalah saling melengkap, apabila suatu ayat belum atau tidak diketahui asbab nuzulnya, atau ada asbab nuzulnya tetapi riwayatnya lemah, maka ada baiknya pengertian (pemahaman) suatu ayat ditinjau dari sudut munasabahnya dengan ayat sebelumnya maupun sesudahnya. Pengetahuan tentang munasabah juga membantu dalam pentakwilan dan pemahaman ayat dengan baik dan cermat.  
Oleh karenanya, penulis berpendapat bahwa munasabah merupakan salah satu model pendekatan yang digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran, terutama bagi muffasir yang tidak mengetahui asbab nuzul suatu ayat atau hadits asbab nuzul yang lemah.
Pandangan para ulama yang menanggapi masalah ayat al-Quran dalam konteks munasabah terbagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama menganggap bahwa setiap ayat atau surat dalam al-Quran selalu ada relevansi (munasabah) dengan ayat atau surat lainnya, sedangkan kelompok kedua, menganggap bahwa setiap ayat atau surat tidak selalu ada relevansi dengan ayat atau surat lainnya, tetapi sebagian besar ada relevansi satu sama lain. 
Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa antara ayat dengan ayat atau surat dengan surat tidak selalu ada relevensi, kalaupun ada, itu baru bisa diketahui melalui seteleh melakukan proses penelitian munasabah terlebih dahulu yang cukup sulit. Kesulitan itu dirasakan karena tidak ada petunjuk yang jelas yang datang dari nash. 
Pengetahuan tentang munasabah bukanlah hal yang tauqifi , melainkan didasarkan pada ijtihad (proses akal) seorang mufassir berdasarkan tingkat pemahaman dan penghayatannya terhadap al-Quran . Hal ini, bukan pula berarti bahwa setiap ayat selalu terdapat korelasi. Oleh karenanya, seorang mufassir tidak perlu memaksakan diri untuk menemukan kesesuaian itu, sebab kalau dipaksakan, maka kesesuaian itu hanyalah dibuat-buat. 
Berkaitan dengan itu, perlu disampaikan bahwa ulama tafsir terbagi pada dua kelompok dalam menanggapi masalah munasabah. Kelompok yang menampung dan mengembangkan munasabah dalam menafsirkan ayat , sedangkan kelompok lainnya tidak memperhatikan munasabah sama sekali dalam menafsirkan sebuah ayat. Ar-Razi adalah orang yang sangat menaruh perhatian kepada munasabah penafsiran, baik hubungan antarayat maupun antarsurat. Sebaliknya, Nizhamudiin an-Naisaburi dan Abu Hayyan al-Andalusi hanya menaruh perhatian besar kepada munasabah antar ayat.  
Menurut al-Zarkasyi, kelompok yang menolak munasabah beralasan, bahwa suatu kalimat akan memiliki munasabah bila disampaikan (diucapkan) dalam konteks yang sama, karena al-Quran diturunkan dalam berbagai konteks, maka al-Quran tidak memiliki munasabah. Ulama yang termasuk kelompok ini adalah 'Izz al-Din ibn 'Abd al-Salam, Syeikh Muhammad Syaltut , dan Ma'ruf Daulabi . 

G. Manfaat Mengetahui Munasabah Ayat
Sebagaimana telah disebutkan ilmu asbab an-nuzul dan munasabah sangat berperan dalam memahami Al-Quran. Dalam hal ini Muhammad 'Abdullah Darraz berpendapat,
"Sekalipun permasalahan yang diungkap oleh surat-surat itu banyak, semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya soling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak mema¬hami sistematika surat, semestinya ia memperhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memperhatikan segala permasalahannya. 
Sebagian ulama memandang, ilmu ini sangat penting apabila kita tidak mengetahui sebab nuzul suatu ayat. Hasbi al-Shidiqie berkata, "ulama-ulama kita sangat memperhatikan rahasia asosiasi antara ayat dengan ayat hinga munasabah antara ayat dengan ayat dapat menggantikan sebab nuzulnya. Di samping itu, adanya munsabah adalah untuk membantah pandangan bahwa tema-tema al-Quran kehilangan relevansi anatara satu bagian dengan bagian yang lainnya.  
Sementara menurut Ramli Abdul Wahid, urgensi dari munsabah bagi seorang mufassir sangat penting. Beberapa urgensainya adalah sebagai berikut; 1) menemukan makna yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat-kalimat, ayat-ayat, dan surat-surat al-Quran sehingga bagian-bagian al-Quran itu saling berhubungan dan menjadi satu rangkaian utuh dan integral; 2) mempermudah pemahaman al-Quran; 3) memperkuat keyakinan atas kebenarannya sebagai wahyu dari Allah; 4) menolak tuduhan bahwa susunan al-Quran itu kacau. 
Sementara menurut Abdul Djalal, manfaat mempelajari munasabah ialah sebagai berikut; 1) mengetahui persambungan/hubungan antara bagian al-Quran baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al-Quran; 2) Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalagahan bahasa al-Quran dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya sehingga lebih menyakinkan kemukjizatannya, bahwa al-Quran benar-benar dari Allah; 3) membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran. 

H. Penutup
Pembahasan mengenai ilmu munasabah merupakan pembahasan yang ijtihadi, bukan tauqifi, mengingat munasabah merupakan hasil dari proses berfikir akal. Munasabah adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam al-Quran baik surat maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan uraian satu dengan yang lainnya. Kategorinya adalah adanya keterikatan (hubungan) redaksi atau adanya keterikatan (hubuangan) maknanya, dengan ayat (surat) setelah atau sebelumnya, secara berurutan (menurut urutan teks quran).
Munasabah merupakan sebuah metode dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran, terutama bagi mufassir bagi yang tidak mengetahui asbab nuzulnya atau riwayat asbab nuzulnya yang lemah.
Jenis munasabah terbagi ke dalam beberapa kategori, keterikatan redaksi atau makna, sifat munasabah serta materi munasabah. Untuk mengetahui munasabah ayat, tidaklah mudah. Bagi kita, setidaknya harus menjadi seorang mufassir terlebih dahulu. Bagi mufassir pun perlu kemampuan khusus dalam konteks memahami bahasa dan makna bahasa Arab dalam mengkorelasikan ayat atau surat dalam al-Quran.
Munasabah, merupakan ilmu yang sangat bermanfaat, yakni sebagai sebuah pendekatan atau metodologi dalam memahami ayat atau surat dalam al-Quran, sehingga diperoleh pemahaman yang dapat diterima akal, yang pada gilirannya memberikan informasi yang rasional serta sebagai acuan nilai, sikap, dan perilaku bagi umat Islam.

0 komentar: